Pria Yang Doyan Makan Berkilo-kilogram Cabe Sekaligus Buat Luluran

Apa yang Anda pikirkan jika seseorang menyebut kata Cabe? Tentu Pedas dan mahal adalah kata pertama yang muncul dibenak kepala. Lalu apa yang Anda pikirkan jika dikatakan ada seseorang yang gemar makan cabe hingga berkilo-kilogram setiap hari? padahal harga cabe telah melambung hingga 100 ribu rupiah per kilogram. Luar biasa? Belum.. karena selain dikonsumsi ternyata cabenya juga buat luluran.



Kejadian aneh ini benar-benar terjadi di pulau Dewata. Bukan dalam acara pemecahan rekor atau acara hiburan lainnya. Dia adalah I Putu Suartawan (36) warga asal Banjar Yadnya Kerti, Desa Ularan, Kecamatan Seririt, Bali. Hampir tiap hari mengonsumsi berkilo-kilogram cabai rawit. Uniknya lagi, cabai yang telah dikunyah itu kemudian dikeluarkan dari mulut, lalu dioleskan ke sekujur tubuhnya termasuk bagian muka, layaknya luluran boreh (ramuan obat tradisional).


Bagi kebanyakan orang, mata pasti langsung perih jika sedikit saja kecipratan cabai. Tapi, bagi Putu Suartawan, sedikit pun matanya tidak perih setelah memborehkan cabai rawit.


Bila lagi 'ngidam', dia mampu menghabiskan 1 kg cabai rawit dalam sehari. Istrinya pun, Ni Ketut Citrawati (32) mengaku terbiasa dengan keunikan suaminya ini. Tanpa mantra jampi-jampi apapun, Suartawan langsung langsung membuka bajunya, kemudian mengunyah cabai yang ditempatkan di dua piring.


Suartawan sendiri dengan cekatan memainkan kedua tangannya memasukan cabai ke dalam mulut. Setelah mulutnya penuh, cabai yang sudah hancur tersebut langsung dikeluarkan dan diusapkan ke bagian muka dan sekujur tubuh lainnya. Adegan tersebut dilakukan ayah empat anak ini berulang-ulang, sampai habis.


Tidak perih? Laki-laki bertato dan berambut gondrong ini mengaku tidak merasakan apa-apa. "Tidak terasa apa-apa, biasa saja. Biar sampai kering di badan pun, tidak apa-apa," tutur kelahiran 1 September 1975 ini penuh percaya diri.


Suartawan mengisahkan, perilaku nyleneh mengunyah cabai rawit dan mengoleskan ke sekujur tubuh itu sudah dilakoninya sejak masih usia balita. Suartawan mengaku tidak tahu, kekuatan apa yang menyihirnya sampai nekat mengunyah cabai.


Yang jelas, Suartawan ingat betul ketika pertama tahu dia ternyata tak merasakan pedasnya cabai. Saat itu, ceritanya, dia berada di ladang bersama ibunya, Ni Nyoman Sita (almarhum). "Saat itu, ibu melihat saya memetik cabai cukup banyak dan langsung memasukan ke dalam mulut. Ibu sangat khawatir terjadi apa-apa pada saya. Ternyata, saya tidak sakit," kenangnya.


Sejak kejadian di ladang itulah, Suartawan mengaku ketagihan. Setiap melihat ada cabai, langsung ngiler ingin mengunyahnya. Namun, lanjut Suartawan, ibunya kala itu menganggap angin lalu saja kebiasaan anak balitanya. "Yang saya tahu, kalau ada perilaku aneh seperti makan ulat, orang itu harus tiap hari makan ulat. Jika tidak, mereka bisa sakit," katanya.


"Tapi, kalau saya tidak demikian, sehingga orangtua tidak sadar bahwa saya memiliki kemampuan makan cabai," lanjutnya.


Suartawan sendiri mengaku baru sadar ada keanehan dalam tubuhnya, setelah dia duduk di bangku SD. "Setiap makan, saya tidak pernah merasakan pedas. Padahal kalau yang lainnya rasa manis, asin, maupun asam, semua bisa saya rasakan. Hanya rasa pedas saja yang tidak pernah saya rasakan. Saya jadi bertanya, rasa pedas itu kayak apa sih?" cerita Suartawan.


Saking penasarannya ingin mengetahui rasa pedas, Suartawan pilih memakan cabai rawit sampai kenyang. Namun, tetap saja dia tidak merasakan pedasnya. "Kalau ada yang mau lomba makan cabai, akan saya lawan. Berapa kilogram pun harus makan cabai. pasti saya lawan. Saya pasti menang," katanya.


Hanya saja, menurut Suartawan, sejauh ini belum ada orang yang berani melawannya urusan makan cabai. Tapi, Suartawan tidak berkecil hati. Dia tetap berharap kelak ada pihak yang memanfaatkan kemampuannya makan cabai sebagai atraksi wisata, sehingga dirinya dapat uang.


Maklum, Suartawan tergolong keluarga miskin yang kesehariannya kerja serabutan, dengan penghasilan tidak menentu. Dia harus menafkahi istri dan keempat anaknya.